Jakarta - Kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan arsiparis di Indonesia masih tinggi. Diperkirakan kebutuhan arsiparis mencapai 142.000, tetapi jumlah yang ada hanya 3.500 lebih di seluruh Indonesia.Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) berencana membangun sekolah tinggi kearsipan. Ditargetkan lima tahun ke depan, Indonesia sudah memiliki perguruan tinggi kearsipan.Kepala ANRI, Mustari Irawan menjelaskan, dibanding dengan negara lain, tugas dan fungsi arsiparis di Indonesia jauh lebih besar. Di luar negeri ada dua fungsi kearsipan, yaitu arsip statis dan arsip dinamis, yang dikerjakan dua orang. Di Indonesia, yang mengerjakan hanya satu orang.“Mulai dari penciptaan sampai kepada penyajian arsip dilakukan satu arsiparis, sehingga peran mereka jauh lebih besar. Misalnya, Sprindik dan surat palsu Jokowi ke KPK, bagi arsiparis sangat mudah untuk mengenali benar palsu atau asli,” kata Mustari usai memberikan anugerah "Arsiparis Teladan Nasional 2014" kepada delapan orang pemenang, di Jakarta, Minggu (17/8).
Menurut Mustari, besarnya peran arsiparis dan pentingnya kearsipan itu sendiri belum disadari serta dipahami masyarakat Indonesia, khususnya instansi pemerintah maupun swasta. Ini juga terlihat dari masih minimnya pendidikan formal kearsipan.Dari sekitar 3.000 lebih perguruan tinggi di Indonesia, hanya sekitar empat yang memiliki program studi kearsipan, seperti Universitas Gajah Mada, Universitas Padjajaran, dan Universitas Indonesia. Itu pun jenjang pendidikannya masih Diploma (D3), belum ada yang Sarjana (S1).ANRI baru merencanakan kerja sama dengan UGM untuk pembukaan jenjang S1. Untuk memenuhi kebutuhan arsiparis selama ini, ANRI bekerja sama dengan perguruan tinggi tersebut dan melakukan pelatihan.Selain karena pendidikan kearsipan belum populer, perguruan tinggi menghadapi kendala keterbatasan pengajar di bidang ini. Hampir semua pengajar selama ini berasal dari ANRI dan badan arsip di daerah.Di negara lain, misalnya Belanda, pendidikan kearsipannya sangat maju, bahkan sampai jenjang Doktor (S3). Kemajuan ini tidak lepas dari kesadaran masyarakat akan pentingnya kearsipan sebagai sebuah kebutuhan.Untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusianya, ANRI bekerja sama dengan Leiden University, sebuah universitas tertua di Belanda. Sebanyak 10 arsiparis Indonesia telah menyelesaikan studinya di universitas tersebut. Namun, akibat krisis di Belanda, kuota beasiswa untuk Indonesia berkurang. Adapun jumlah beasiswa sebesar Rp 500 juta per satu orang selama kuliah 2-3 tahun.“Kearsipan di Indonesia belum populer, karena kultur masyarakat yang lebih menyukai budaya lisan bukan menulis atau mencatat. Padahal potensi dan peranannya sangat besar,” katanya.Oleh karena itu, keberadaan sekolah tinggi perlu diperhitungkan. Selain mengusulkan anggaran ke legislatif, ANRI berencana bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk sharing cost. Daerah bisa mengirimkan pelajarnya untuk kuliah di sekolah tinggi kearsipan.Selain membangun sekolah tinggi, ANRI juga berencana tiga tahun ke depan membuat arsip kepresidenan mulai dari Soekarno sampai Susilo Bambang Yudhoyono. Hal ini untuk memberikan penyadaran kepada generasi muda sekarang maupun akan datang tentang pemimpin bangsanya dan meningkatkan nasionalisme. Ditargetkan proyek ini selesai dalam tiga tahun.“Jangan sampai generasi muda kita tidak mengenal siapa saja presidennya. Jadi arsip kepresidenan ini bukan saja sebagai proses pembelajaran, melainkan juga objek wisata,” kata dia.Saat ini ANRI sedang menjajaki pembuatan arsip kepresidenan di Korea, negara yang telah berhasil membuat arsip untuk 13 presidennya. Menurut Mustari, minimnya anggaran menjadi kendala utama pembuatan arsip kepresiden selama ini.Apalagi anggaran ANRI adalah yang terkecil dari lembaga lain, yaitu di kisaran Rp150 miliar, termasuk di dalamnya gaji pegawai. Padahal beban kerja ANRI tidak ringan.